Setiap muslim tentunya merindukan dengungan takbir yang nantinya menandakan datangnya hari raya umat Islam sedunia. Idul Fitri yang menurut orang-orang sebagai hari kemenangan ini merupakan puncak klimaks dalam mengekspresikan kebahagiaan, di hari itu manusia tumplek blek berkumpul untuk merayakan Idul Fitri.
Namun, dibalik semua itu, yang patut kita renungkan adalah makna dari kemenangan di hari Idul Fitri itu, bagaimanakah eksistensi kemenangan hari raya Idul Fitri dan bagaimanakah seharusnya dirayakan? Ketika melihat iklan di televisi, pastinya kita akan menemukan iklan yang bertuliskan penyebutan Idul Fitri sebagai Hari kemenangan. Terus terang hingga saat ini saya masih belum mencerna kenapa Idul Fitri disebut hari kemenangan. Apakah kemenangan dalam memakai baju baru, kemenangan karena tidak berpuasa lagi?
Kalau ditelusuri lebih cemerlang, hari kemenangan itu justru di awal Ramadhan, karena kita berhasil mencapai bulan penuh berkah ini. Kita berhasil menemui masa dimana setan dibelenggu dan pahala dilipatgandakan. Ramadhanlah hari-hari penuh kemenangan dan suka cita. rejeki berlimpah dan aneka kesenangan lainnya.
Maka tidak heran betapa gembiranya Rasulullah dan para sahabat tatkala bulan Ramadhan hendak datang. Bahkan sejak bulan Rajab, kegembiraan itu sudah dirasakan.
Sementara 1 Syawal adalah hari penuh kesedihan dan kekalahan. Hari itu setan lepas dari belenggunya. Ibadah dihitung normal lagi. Dan semua ibadah akan terasa berat lagi. Dan kita justru bersuka cita atas itu? Dan mengatakan ini hari Kemenangan? Jangan-jangan kita adalah syetan yang telah lepas dari penjara Ramadhan? Semoga kita termasuk hamba yang bersyukur.
Coba kita perhatikan bagaimana sholat orang-orang ketika telah melewati 1 Syawal. Berapa shaf sholatnya? Atau jangan-jangan masjid di tempat kita malah libur hari itu karena pengurusnya sibuk menerima tamu di rumah. Jika demikian yang terjadi maka lengkaplah sudah kemenangan ini. Dan mungkin setan akan bersorak sorai menyambut hari kemenangan ini.
Jadi jangan heran juga kenapa Rasulullah dan para sahabatnya justru menangis di hari-hari terakhir Ramadhan. Bukan karena menangis haru, tapi menangis karena Ramadhan akan pergi dan tak ada satupun kepastian mereka akan berjumpa lagi dengan bulan penuh ampunan itu.
Lalu, bagi siapakah kemenangan itu? Mengapa Idul Fitri disebut sebagai hari kemenangan? Kalimat Minal Aidin wal Faidzin yang populer diucapkan kepada sesama bermakna “semoga kita termasuk orang-orang yang kembali memperoleh kemenangan.” Menurut para ahli, kata al-faidzin diambil dari kata ‘fawz‘ sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an bermakna ‘keberuntungan’ atau ‘kemenangan’. Kemenangan adalah milik mereka yang berhasil melewati ujian kesabaran menahan diri dari godaan nafsu baik nafsu makan dan minum maupun nafsu syahwat setelah menuntaskan kewajiban agamanya selama bulan Ramadhan. Bagi yang telah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh dengan khusyuk akan merayakan hari kemenangan dengan penuh kenikmatan. Maka, makna kemenangan di hari lebaran sebenarnya adalah kemenangan hati.
Hari kemenangan seperti itu hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang berpuasa, yang bisa menahan diri selama satu bulan lamanya, untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat menggugurkan amal berpuasa, dan selama itu pula senantiasa mengerjakan amal kebajikan. Tentu saja kemenangan seperti itulah kemenangan yang maha dahsyat.
Musuh terberat manusia itu adalah dirinya sendiri, ketika kita mampu mengalahkan diri sendiri, maka kita akan mudah mengalahkan yang lainnya, hari kemenangan sesungguhnya lebih dari hanya sekedar suka cita, hari kemenangan harus dimaknai sebagai awalnya kita menjadi suci kembali, adanya hari kemenangan inilah yang turut memotivasi kita untuk tekun berpuasa selama satu bulan penuh, tanpa ingin mengabaikannya satu hari pun, disamping karena takut kepada Allah swt, tentu saja karena ingin mencapai puncak kemenangan di hari yang fitri. Semoga saja Idul Fitri tahun ini kita selalu lebih baik dari tahun-tahun yang kemarin.
0 komentar