English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
NAHDLATUL ULAMA BERKOMITMEN TETAP MEMPERTAHANKAN PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM WADAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Karena menurut NU, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI adalah upaya final umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia

PERSOALAN PESANTREN

Diposting oleh Musholla BAITUL HASAN Selasa, 04 September 2012


Oleh : Abdul Ghofur Maimun


“Sesungguhnya Allah akan mengutus bagi umat ini pada tiap permulaan seratus tahun, orang yang memperbaharui agamanya”. Demikian nabi Muhammad SAW. Bersabda. Hadits ini memberi pengertian bahwa pada dimensi agama Islam yang harus berubah. Menghentikan dinamika Islam berarti adalah sebuah kematian.
NU menyadari betul Sunnatul hayyah ini, karena itu selain menetapkan manhaj menghidupkan tradisi, NU juga mengembangkan modernisasi. Dalam bahasa yang sangat populer, selain almuhafadzah ‘ala al-qadim ash-shalih , NU juga memiliki prinsip al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah. Dua prinsip yang dewasa ini sering disebut dengan al-ashlah wa al-mu’asharah. Berbagai problem Islam dewasa ini sering dilatari oleh ketidak-berhasilan dalam mengharmonisasikan dua prinsip ini. Apa yang sering diistilahkan dengan fundamentalisme banyak dilatarbelakangi oleh ketidak-mampuan dalam menyerap prinsip modernitas yang justru mereka anggap sebagai bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar keagamaan. Sebaliknya, liberalisme banyak dilatarbelakangi oleh ketidak-mampuan menjaga tradisi ditengah derasnya arus modernitas.

Dewasa ini, Pesantren dihadapkan pada tantangan yang sangat berat kaitannya dengan dua prinsip diatas. Problem ini sangat nyata bermula dari terpisahkannya sistem pesantren dari pusat pemerintahan. Sistem pesantren sejatinya tidak jauh berbeda dari sistem pendidikan Islam secara umum. Kurikulum yang disuguhkan pun tidak jauh berbeda dari kurikulum pendidikan Islam secara umum. Tak heran, dengan sistem yang sama dahulu lahir seorang hakim Negara, ekonom dan ahli politik handal. Akan tetapi memasuki era modern, dengan problem keumatan yang semakin rumit, pendidikan pesantren menghadapi sistem dunia yang akan acap senggang dari problem-problem yang dikaji dalam kurikulum pesantren.

Gap ini terjadi di berbagai lini, dari mulai bahasa, ekonomi, politik hingga teologi. Bahasa arab modern yang menjadi alat komunikasi media televisi, Koran dan perbincangan sehari-hari, tak bisa hanya dipelajari melalui buku-buku gramatika klasik. Ekonomi modern dengan segala partikel-partikelnya tak bisa dianalisa hanya dengan membaca bab mu’amalah dalam fikih pesantren. Sistem politik modern juga memiliki kesenggangan dari sistem politik yang digambarkan dalam al-ahkam as-sulthaniyah karangan Al Mawardi,
Begitu pula sejumlah ilmu-ilmu yang lain. Akibatnya sistem pendidikan pesantren banyak disoroti sebagai sebuah sistem yang terpinggirkan dari problematika modernitas. Hal yang justru bertentangan dari risalah Islam sebagaimana diterapkan oleh Nabi besar Muhammad dan para salafu Al-Shalih.

Menengok Mesir, Al-Azhar (sistem pesantren Mesir) pada mulanya juga mengalami problem yang sama. Thoha Husain saat menjabat sebagai menteri kebudayaan juga menyuarakan perlunya perombakan, atau mungkin tepatnya liberalisasi pendidikan Al-Azhar. Menurutnya, tak mungkin dalam satu negara terdapat dua sistem pendidikan yang saling bertentangan, yang satu pendidikan pemerintah, dan yang satu lagi pendidikan Al-Azhar,karena pada akhirnya akan melahirkan sarjana-sarjana yang terbelah orientasi kehidupannya. Menurutnya, Al-Azhar perlu melakukan re-orientasi agar menyentuh problem masyarakat modern. Saat itu, Al-Azhar menolak dengan keras ajakan (paksaan) Thoha Husain, akan tetapi pada akhirnya tidak bisa mengelak sama sekali . Gempuran modernitas diberbagai lini akhirnya mendorong Al-Azhar mengeluarkan rancangan undang-undang tahun 1930 yang dikemudian hari melahirkan apa yang sekarang dikenal dengan Universitas Al-Azhar. Apakah pesantren kita bisa mengarah kesana? Saya yakin bisa, walaupun tdak sama persis titian sejarah dan hasil finalnya.

Pesantren Masuk Dalam Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang RI tahun 2003 memasukkan pesantren kedalam sistem pendidikan nasional. Pasal 30, ayat 3 menyatakan: “Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non-formal dan informal.” Dan ayat 4 menyatakan: “Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.” Undang-undang ini laksana tombak yang memiliki dua ujung mata, bisa positif dan bisa juga negatif tergantung peraturan-peraturan yang menjabarkannya.
Demikian ini karena Pendidikan nasional adalah sebuah sistem yang sudah tentu memiliki aturannya. Jika tidak ditanggapi dengan hati-hati, maka undang-undang yang dimaksudkan baik akan berubah menjadi bumerang karena akan menggerus identitas pesantren kedalam sistem pendidikan nasional.

Masuknya pendidikan pesantren kedalam sistem pendidikan nasional memang merupakan sebuah keharusan, agar pesantren tidak terpisahkan dari problem-problem nasional, Dan agar peran pesantren semakin nyata dalam kehidupan berbangsa.
Akan tetapi, pesantren adalah lembaga pendidikan dengan beragam ke-khas-annya jika melebur menjadi satu sama artinya menghilangkan ke-khas-an pesantren, Ini yang tampaknya terjadi dengan dikeluarkannya Peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang standar nasioanal pendidikan. PP ini memuat 8 standar;
1. Standar isi Pendidikan,
2. Standar Proses,
3. Standar kompetensi kelulusan,
4. Standar pendidikan dan tenaga kependidikan
5. Standar sarana dan prasarana
6. Standar pengelolaan,
7. Standar pembiayaan,
8. Standar penilaian pendidikan.

Delapan standar ini jika diterapkan apa adanya tanpa koreksi dari pihak pesantren dan pihak-pihak lain terkait Pada waktunya akan menggerus eksistensi pesantren, Hal yang dulu di Mesir diusulkan oleh Thoha Hussain dan ditolak dengan tegas oleh Al-Azhar. Pada kenyataanya, PP No. 19 ini telah ditindak-lanjuti oleh kementrian agama, Dan menelurkan PP. 55 Tahun 2007 yang kontraversial itu, sehingga ditangguhkan atau dicabut. Pada ujung Mubes ini, kita insya Allah akan menggelar FGD untuk mencari format yang baik mengenai sistem pendidikan pesantren ditengah sistem pendidikan nasional.




* Makalah ini disampaikan saat kegiatan program diklat keaswajaan di Ponpes Al-Mubarok Medono Pekalongan, Ramadhan 1433.
* Gambar ilustrasi Ponpes Darul Muta'allimin Keboijo Petarukan



0 komentar

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
INGAT, PEMILU / PILKADA JANGAN GOLPUT :
SATU SUARA ADALAH SATU HARAPAN JIKA SATU SUARA TERBUANG BERARTI SATU HARAPAN HILANG
JIKA ANDA GOLPUT ANDA KEHILANGAN KESEMPATAN MEMPERBAIKI BANGSA INI

PEMBERITAHUAN LAMAN INI MENERIMA SUMBANGAN ARTIKEL KEASWAJAAN, KEBANGSAAN DAN KEINDONESIAN Kirimkan Artikel anda ke : alhasan-petarukan@gmail.com